Cangklongers - Pada masa modern sekarang, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masih ada yang namanya rokok tradisional “ ico ugi” yang melegenda dalam bahasa bugis, dan masih memepertahankan kualitas dari masa ke masa yang dicari dan diburu. Meski hanya bermodalkan tembakau dan campuran gula aren, aroma yang disajikan sangatlah unik antara tembakau yang pedis, dan manisnya gula aren yang menjadi ciri khas aroma rokok bugis.
“ADIDIE” adalah salah satu pabrik rumahan yang masih membuat rokok tradisional khas bugis dari tahun 1969 hingga sekarang dan di situlah era kejayaan dari rokok khas bugis.
Rokok tradisional khas bugis beraroma khas hanya ada satu-satunya di Makassar, mengeluarkan asap tembakau yang mempesona harum dan rasanya.
Rokok telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Tiap daerah mempunyai tembakau khas yang berkualitas. Memiliki keunikan aroma tersendiri dan tidak tergantikan dengan tembakau daerah lain.
Saat ini kretek khas Jawa telah mendunia. Tapi di luar itu juga ada jenis-jenis rokok yang tak kalah uniknya. Salah satunya adalah ico ugi, rokok khas dari tanah Bugis.
Ico Ugi (tembakau Bugis), merupakan tembakau murni yang diolah tanpa menggunakan campuran cengkeh. Tembakau ini hanya memerlukan gula merah sebagai campuran. Saat ini, Ico Ugi sudah cukup langka. Penikmatnya juga hanya kalangan tertentu. Seperti petani kebun dan buruh bangunan. Ico Ugi banyak dinikmati petani yang bermukim di pegunungan.
Campuran yang membuat karakter rasanya sangat unik dan berbeda. Bila kretek menyisakan cita rasa pedas khas cengkeh, maka ico ugi beraroma gula merah. Ico ugi mengeluarkan bunyi “kerutup” bila dihisap.
Racikan saus hasil fermentasi gula merah jadi pembeda ico dengan rokok pabrikan lain.
Rokok khas ini sekarang sudah sulit ditemukan. Anda mungkin bisa menemukannya di Pasar Camba, Pasar Bantimurung, dan beberapa pasar di Barru bila beruntung.
Saat ini kuantitas ico ugi memang menurun dibandingkan dengan masa keemasannya yang terjadi sekitar era 1970-an, terutama di daerah Soppeng.
Mula-mulanya tembakau dikeringkan di bawah terik matahari. Tembakau yang kering kemudian dicampur gula aren (gula merah). Setelah itu dimasukkan ke dalam sebuah bambu. Bambu yang digunakan pun tidak sembarangan. Ini demi mempertahankan cita rasa ico ugi yang sejak dulu tidak berkurang sedikit pun. Bambu pun hanya berasal dari petani bambu asal Toraja.
Di dalam bambu ini tembakau harus disimpan. Jika tidak, maka tembakau itu akan rusak dan akan sulit untuk dipasarkan. Pada proses terakhir, tembakau harus dipanggang di atas bara api yang berasal dari serbuk kayu hingga 24 jam.
Pada masa kejayaan ico ugi, pabrik bisa memproduksi hingga 560 bambu. Masing-masing bambu berukuran setengah meter dengan diameter yang lebar. Harganya dibandrol Rp80 ribu per bambu.
Tidak hanya bambu yang harus berasal dari petani Toraja, bahan lainnya seperti tembakau juga berasal dari luar Kota Makassar. Bahan tembakau diambil dari tangan terlatih di desa-desa petani tembakau “Adidie” asal Cabbenge Kabupaten Soppeng. Di sana petani tembakau bermukim dan telah menjadi mitra bagi usaha pabrik ico ugi selama ini. Bahkan hingga kini petani tembakau Cabbenge masih memproduksi tanaman tambakau walau jumlahnya sudah tidak seperti dulu lagi.
Sumber : Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar